Rabu, 25 April 2018

Pengembangan Kurikulum MI

BAB II
PEMBAHASAN
                                                 
A.    PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum berasal dari bahasa yunani berasal dari kata curir yang berarti pelari, dan curere yang berarti tempat berpacu atau tempat berlomba. Dari dua kata ini kurikulum diartikan sebagai jarak perlombaan yang harus ditempuh oleh pelari dalam suatu arena perlombaan. Dalam dunia pendidikan kurikulum bisa diartikan secara sempit maupun secara luas. Secara sempit kurikulum diartikan hanya sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa di sekolah atau di perguruan tinggi. Secara lebih luas kurikulum diartikan tidak terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih luas daripada itu, kurikulum diartikan merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan di sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran. Oemar Hamalik melihat kurikulum dari beberapa tafsiran sebagai berikut: 1) Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran, 2) Kurikulum sebagai rencana pembelajaran, dan 3) Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran yang yang berarti dalam kurikulum terdapat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh serta dipelajari oleh siswa selama mengikuti kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran pada jenjang pendidikan tertentu. Dalam pandangan ini mata pelajaran merupakan pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lalu yang telah tersusun secara rasional, logis dan sistematis.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran merupakan suatu program dan rencana pendidikan yang disesuaikan untuk membelajarkan siswa. Dengan program dan rencana yang telah dibuat siswa melakukan aktivitas belajar untuk mengembangkan dan merubah tingkah laku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru harus merancang keterlibatan siswa secara aktif untuk melakukan aktivitas belajar. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dalam hal ini kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar serta mengembangkan kecakapan hidup siswa. Kurikulum sebagai pengalaman belajar mengisyaratkan bahwa kegiatan belajar tidak hanya berlangsung dalam ruangan kelas, akan tetapi juga bisa berlangsung di luar ruangan kelas. Dengan demikian semua kegiatan belajar yang dilakukan baik di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas disebut kurikulum.[1]
Dari beberapa pengertian diatas maka kurikulum dapat diartikan secara luas merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa, serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pembelajaran belajar yang harus dilakukan oleh siswa.

B.     SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Pada dasarnya, perkembangan lurikulum di indonesia berpijak dari sejarah perkembangan di Indonesia itu sendiri. Secara formal, sejak zaman Belanda sudah terdapat sekolah dan artinya sekolah juga sudah ada. Pada zaman Belanda, pelaksanaan kurikulum pendidikan dan persekolahan di warnai oleh misi penjajahan Belanda. Begitu juga dengan kurikulum Jepang, dapat dikatakan keberadaan atau tujuan pendidikan pada zaman ini adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu misi penjajahan. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, pendidikan di tanah air terus berkembang, termasuk dalam hal perhatian pemerintah dalam perkembangan kurikulum. [2]



1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Sejarah perkembangan kurikulum pada masa periode penjajahan, yaitu sejak datangnya orang-orang Eropa yaitu pada masa kompeni Belanda dan masa pemerintahan Jepang sampai periode kemerdekaan. Kurikulum pada masa kompeni mempunyai misi penyebaran agama dan untuk mempermudah pelaksanaan perdagangan di Indonesia. Pada abad 16 dan 17 berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Indonesia, pendidikan tersebut untuk bangsa Belanda dan pribumi. Dengan adanya lembaga pendidikan tersebut pihak kompeni merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis. Pada masa Jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia yaitu terjadinya keruntuhan system pemerintahan kolonial Belanda. Tujuan utamanya pendidikan pada masa pendudukan Jepang adalah untuk memenangkan perang.[3] Pada masa ini munculah sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako selama 6 tahun lamanya, selanjutnya pelajaran berbau Belanda dihilangkan dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.[4]

2. Periode Sesudah Kemerdekaan
a. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Asas pendidikan yang ditetapkan adalah Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya serta garis-garis besar pengajarannya.
Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

b. Kurikulum 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu system pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c. Kurikulum 1964
Setelah tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasaZ, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila. sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

e. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

f. Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.



g. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke system caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

h. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
1.      Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui   serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2.      Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
3.      Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetensi.


i. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.[5]

j. Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji public Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.[6]

C.    PRINSIP PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013
Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran kurikulum 2013 adalah :
a.       dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
b.      dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;
c.       dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;
d.      dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
e.       dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
f.       dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
g.      dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
h.      peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
i.        pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
j.        pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
k.      pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
l.        pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;
m.    Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
n.      pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

D.    Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah
Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah dapat didefinisikan sebagai upaya pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan botton up or school based Curriculum yang memberi peluang secara utuh kepada sekolah/madrasah untuk melakukan pengembangan kurikulum. Pendekatan tersebut merupakan lawan dari pendekatan centre based or top down yang sedikit sekali melibatkan sekolah/madrasah dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum. Pendapat lain mengemukakan pengertian Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah sebagai suatu proses yang dilakukan oleh beberapa atau keseluruhan anggota masyarakat sekolah/madrasah dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian terhadap satu atau beberapa aspek kurikulum. Hal tersebut dilakukan dengan selektif dan atau adaptif dan atau kreatif.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah bukanlah fenomena baru, tetapi sebetulnya sudah terjadi di beberapa sekolah, dan sangatlah sulit membuat batasan secara jelas atas pemahaman dari pengembangan kurikulum berbasis madrasah karena pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah mencakup pemilihan individual oleh seluruh staf. Oleh sebab itu, di dalam pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah, pada tahap pertama kita perlu melakukan analisis situasi sekolah dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
a.       Struktur pendukung yaitu ketentuan administratif di dalam pengimplementasiannya baik di dalam maupun di luar sekolah
b.      Stuktur pengambilan keputusan yaitu ketentuan administratif di dalam sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi staf
c.       Pergerakan akuntabilitas yaitu dampak dari kurikulum untuk semakin meningkatkan akuntabilitas sekolah
d.      Perubahan persepsi atas peran guru yaitu kemampuan para staf di dalam menyesuaikan peran barunya sebagai pengembang kurikulum daripada hanya sekedar pelaksana kurikulum
e.       Sistem promosi yaitu melalui tranfer dan promosi
f.       Seorang ahli sekolah yaitu yang memiliki pengalaman dan pengetahuan di dalam pengembangan kurikulum. Laurie Brady (1946 : 11-13)

E.     Keuntungan  dan Kelemahan Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah
Beberapa keuntungan pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah yang dapat diidentifikasi adalah :
1)      Guru-guru lokal dapat menentukan penggunaan sumber-sumber daya sekolah dengan baik.
2)      Mereka yang mengimplementasikan kurikulum adalah mereka yang telah mengembangkan kurikulum tersebut. Ini memberikan suatu pemahaman yang lebih besar terhadap identifikasi tugas-tugas belajar.
3)      Kebutuhan siswa terpenuhi, hal ini akan memiliki suatu pengaruh kuat pada siswa. 4) Akuntabilitas yang besar terhadap kurikulum dan penampilan guru terlihat.
4)      Para orang tua dan anggota masyarakat dapat secara mudah terlihat dalam perencanaan kurikulum yang bermakna.
5)      Dianggap sebagai suatu kemampuan untuk melakukan rerspon terbaik terhadap kebutuhan situasi kelas, kesadaran terbaik di antara para staf dan terlihat adanya hubungan luas untuk memperbaiki kurikulum secara berkelanjutan.

Sedangkan kelemahan Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1)      Kurangnya strukturstruktur pendukung untuk para administrator dan guru.
2)      Sindrom konformitas para administrator dan guru mengurangi kreativitas.
3)      Kurangnya waktu bagi guru untuk melaksanakan pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah.
4)      Kurangnya guru yang berpengalaman atau terlatihdalam proses pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah.
5)      Pergerakan guru antar sekolah untuk promosi layanan negara dan semacamnya menghasilkan suatu basis guru yang tidak stabil.
6)      Memerlukan perubahan-perubahan signifikan pada peran guru dan administrator, yang secara alamiah mennetang.
7)      Sekolah-sekolah satu sama lain dengan cepat menjadi berbeda/tidak memilik langkah yang sama dan tumpang tindih bisa muncul di antara sekolah-sekolah tersebut.
8)      Para guru menganggap secara konsep SBCD merupakan model ideal, karena adanya lata belakang pengumpulan informasi, adanya perencanaan dan evaluasi, adanya kerjasama dengan orang lain, namun sangat kesulitan dan kontinuitas pelaksanaan.
9)      persoalan dana,persepsi perioritas kompetensi dan permasalah kemampuan para staff. Murray Print : (1993 : 21-22)[7]




[1] Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press,2007), 10-12
[2] Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M,Ed, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, cet, 3, 2016), h. 13
[3] Sukardjo,M,, dkk; Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya; (Jakarta; 2012), h. 143
[4] Idi Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik; (Yogjakarta : Ar-Ruzz, 2007), h. 16-19
[5] Taqwim Islami, Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia, http://taqwimislamy.com/index.php/en/57-kurikulum/297-sejarah-perkembangan-kurikulum-diindonesia, diunduh pada rabu, 23 April 2014
[6] Imam. http://imam2992.blogspot.com/2013/11/perkembangan-kurikulum-diindonesia.htm
[7] Muhammad Nasir, Perkembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, (Jurnal), h. 6-9 diunduh pada tanggal 12 April 2018, pukul 13:45

1 komentar:

  1. If you're attempting to lose pounds then you have to get on this brand new tailor-made keto meal plan diet.

    To create this keto diet, licenced nutritionists, fitness trainers, and top chefs have united to provide keto meal plans that are efficient, convenient, economically-efficient, and delicious.

    Since their launch in 2019, thousands of individuals have already remodeled their body and health with the benefits a smart keto meal plan diet can provide.

    Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto meal plan diet.

    BalasHapus